Senin, 07 Februari 2011

Mutu Perguruan Tinggi Keperawat


Oleh : Edy Wuryanto

Assalamualaikum wr.wb.
Kulo Nuwun.
Maju Bersama Sukses Bersama.  Yen Saguh, Lungguh, Sing Kukuh, Ora Mingkuh.

Dalam suatu pertemuan di HAPEQ (Health Professional Educations Quality), Proyek Pemerintah dalam peningkatan kualitas Perguruan Tinggi Bidang Kesehatan, termasuk Perguruan Tinggi (PT) Keperawatan diperoleh data menarik yang mencerminkan kualitas perguruan tinggi kita. Di Indonesia terdapat 1.012 Program Studi Keperawatan, terdiri  700 Diploma III, 306 Ners, 5 Magister dan Spesialis serta 1 Program Doktoral. Setiap tahun meluluskan sekitar 40.000 perawat baru. Di Jawa Tengah, menurut Mas Her Basuki, Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan DIII Keperawatan terdapat sekitar 40 Institusi. Sedangkan data dari Bu Meidiana, Ketua APNI Rayon IV, ada 25 Pendidikan Ners. Total sekitar 65 PT Keperawatan.
Dari sisi kuantitas, jumlah tersebut sangat membanggakan karena menunjukkan minat masyarakat yang sangat tinggi terhadap pendidikan keperawatan. Hampir setiap Kabupaten/Kota memiliki PT Keperawatan. tetapi dari sisi kualitas, kondisi tersebut sangat mengkawatirkan karena apakah PT yang banyak tersebut mampu menjamin mutu dalam penyelenggaraannya? Di Jawa Tengah terdapat beberapa data yang mengkawatirkan yaitu,  pertama, Indikator Akreditasi BAN-PT. Sebagian besar belum terakreditasi BAN-PT, sebagian kecil yang telah terakreditasi. Dari yang terakreditasi sebagian besar terakreditasi C, sebagian kecil terakreditasi B dan belum ada yang terakreditasi A. Padahal Akreditasi merupakan wajah baik buruknya PT. Bahkan,  pada tahun 2012 pemerintah telah melarang PT yang tidak terakreditasi mengeluarkan ijazah.
Kedua, Indikator Kualitas Dosen. Dalam sebuah pertemuan di Asosiasi Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Indonesia pada akhir 2010, saya memperoleh data yang mengejutkan. Sebagian besar dosen berpendidikan sarjana (81%) dan diploma (5%), sebagian kecil magister (14%) dan belum ada yang doktor. Padahal UU Guru dan dosen telah menuntut maksimal 2012 seluruh dosen harus Magister. Disisi lain, karier dosen yang menunjukkan karya dalam tri darma PT adalah sebagian besar belum memiliki jabatan fungsional (88%), sebagian kecil asisten ahli (11%)  dan lektor (1%). Belum ada yang lektor kepala, apalagi guru besar. Hal ini menunjukkan bagaimana kualitas dosen dalam mengawal mutu PT.
Ketiga,  Indikator Sarana Pendukung PT. Tidak banyak PT yang menyediakan sarana gedung kampus, laboratorium keperawatan, sarana perpustakaan dan akses literatur, layanan teknologi informasi,  dan penunjang lain yang mendukung terciptanya atmosfer academic PT yang baik. Bahkan teman saya, Mas Hadi, Sekretaris Jenderal Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) pernah menyindir dalam suatu sambutan, ada PT yang mengusulkan proposal ijin mendirikan dengan sarana yang hebat, tetapi setelah ijin keluar beberapa tahun kemudian PT tersebut pindah ke Ruko (Rumah dan Toko).
Keempat, Indikator Tempat Praktek. Banyaknya jumlah PT dan mahasiswa keperawatan menyulitkan pengelola menempatkan mahasiswa di rumah sakit dan tempat praktek lainnya karena PT tersebut tidak memiliki rumah sakit. Bila mahasiswa bisa masuk rumah sakit, jumlah mahasiswa sering lebih banyak dibanding jumlah pasiennya. Karena itu dalam suatu audiensi, salah satu Direktur RS Besar di Kota Semarang mengatakan bahwa RS tersebut telah mengambil kebijakan untuk membatasi jumlah mahasiswa yang praktek di RS-nya karena alasan peningkatan kualitas pelayanan kepada pasien dan perbaikan kualitas bimbingan kepada mahasiswa. Bahkan, dengan kritik yang tajam RS tersebut menganggap PT yang mengirim mahasiswa tidak melakukan upaya bimbingan yang baik sehingga menyulitkan pihak RS dalam menjamin mereka melakukan proses belajar mengajar dan pelayanan yang baik.
Kondisi tersebut semakin menyulitkan PT Keperawatan dalam menyusun, melaksanakan dan mengembangkan kurikulum berbasis kompetensi yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas lulusan dan kualitas praktek mereka dalam dunia kerja. Lebih lanjut, daya saing mereka rendah, tidak kompeten dan sulit memperoleh pekerjaan sehingga sebagian besar dari mereka menganggur dan tidak bisa melakukan praktek.
Oleh karena itu, ketika kita akan mencapai visi setiap perawat harus praktek, dan misi mendorong peningkatan kualitas SDM keperawatan, pendidikan dan penelitian keperawatan yang menopang kualitas praktek keperawatan, maka kualitas lulusan (quality graduates) dan kualitas perguruan tinggi (quality school) harus diperbaiki. PPNI akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah, Pimpinan Perguruan Tinggi, Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Keperawatan, dan masyarakat dalam mengawal Kualitas PT Keperawatan.
PPNI Jawa Tengah telah mengambil beberapa kebijakan, yaitu pertama, tidak memberikan pertimbangan rekomendasi pendirian program studi baru, kecuali konversi dari vokasional ke ners; kedua,  mendorong seluruh PT Keperawatan memperoleh status terakreditasi dari BAN-PT atau akreditasi lain yang diakui oleh pemerintah; ketiga, mendukung upaya percepatan pendirian program studi magister dan spesialis di beberapa PT yang telah memenuhi persyaratan; keempat, mendukung upaya bila ada kemungkinan perubahan status Politeknik ke Institut Kesehatan; kelima, mendorong seluruh SDM dosen keperawatan berkualifikasi magister pada tahun 2012 dan sebagian besar doktoral pada tahun 2015.
Mbak Yuli, Sekjen PPNI Jawa Tengah, “geleng-geleng kepala dan tersenyum geli” dan mengatakan : “apa mimpinya tidak ketinggian?”. Hidup bergairah bila diawali dengan mimpi yang realistik. Lihatlah..! Kita memiliki UNDIP dengan dosen-dosen muda yang menggairahkan, Poltekkes Semarang dan Surakarta dengan sebagian besar dosen magister luar negeri, Akper Pemprov dengan semangat kemajuan yang luar biasa, dan beberapa PTS Keperawatan yang tidak mau kalah dengan PTN dalam berinovasi. Kita memiliki Pemerintah yang memberikan hibah kepada PT dan beasiswa tak terbatas kepada dosen, baik PTN maupun PTS. Kita memiliki PPNI yang punya semangat dan idealisme tinggi. Mengapa peluang dan kelebihan tersebut tidak kita gunakan untuk memperbaiki kualitas kita?
“Ada sesuatu yang salah dalam dunia keperawatan bila pemikiran tersebut tidak terrealisasi...!” kata Pak Mardiatmo, Kepala Dinas Kesehatan kita dalam suatu sambutan, yang selalu terngiang di telinga kita. Paling tidak, itu memberikan semangat untuk cucut tali wondo, maju tak gentar, rawe-rawe rantas malang malang putung. Selama ada semangat dan pengorbanan untuk memperjuangkannya, kita harus yakin semua akan terwujud. Tuhan mencintai umatnya yang senang bersusah payah, bekerja keras dan berjuang untuk kebaikan. Maju bersama sukses bersama. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar