Rabu, 19 Januari 2011

Tarik Ulur RUU Keperawatan


Rencana DPR dan pemerintah mengeluarkan RUU Keperawatan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 mengagetkan seluruh warga perawat sehingga memicu berbagai aksi keprihatinan perawat, termasuk aksi di Gedung DPR RI saat Sidang Paripurna 14 Desember 2010 yang lalu. Padahal sebelumnya, RUU tersebut telah masuk Prolegnas 2010 yang belum sempat dibahas karena masa jabatan DPR 2005-2010 berakhir. Akibatnya, semua perjuangan perawat selama ini, termasuk aksi besar-besaran 12 Mei 2008 menjadi sia-sia.

Ada beberapa alasan mengapa perawat dan organisasi PPNI membutuhkan UU Keperawatan. Pertama, alasan mendasar bahwa hubungan perawat pasien adalah hubungan profesional.  Masyarakat memberikan kepercayaan (lisensi) langsung tentang kesehatannya kepada perawat, sehingga perawat harus memberikan pelayanan dengan standar tinggi dan tanggung jawab moral yang baik. Masyarakat butuh jaminan pelayanan keperawatan yang baik dan  perlindungan hukum bila perawat bekerja tidak sesuai prosedur, etika, lingkup praktek dan  standar profesi. Sebaliknya, perawat juga membutuhkan kejelasan  kompetensi, kewenangan profesi dan perlindungan hukum dari resiko pekerjaan yang mereka alami.
Kedua, untuk mengatur hubungan profesional perawat-pasien dibutuhkan  Konsil Keperawatan yang berwenang menetapkan apakah seorang perawat boleh atau tidak melakukan praktek di pelayanan kesehatan. Bahkan, Konsil Keperawatan berwenang mencabut ijin perawat bila melakukan praktek dibawah standar kompetensi. Regulasi ini berlaku secara global melalui International Council of Nurses (ICN) bahwa seluruh negara harus memiliki Konsil Keperawatan untuk mengatur seluruh praktek keperawatan di wilayah negaranya. Di ASEAN, hanya Indonesia yang belum memiliki Konsil Keperawatan sehingga keberadaan perawat Indonesia belum diakui secara internasional meskipun kemampuan perawat kita lebih baik dari perawat Filiphina, Malaysia atau Thailand. Akibatnya daya saing dan pengakuan perawat kita rendah, gaji yang diterima hanya separo dari mereka meskipun tingkat pendidikannya sama. Tetapi karena Konsil Keperawatan merupakan Badan Independen  dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden maka pembentukannya harus melalui UU. Tidak bisa membentuk konsil melalui Peraturan Menteri.
Ketiga, kualitas pelayanan (praktek) keperawatan yang baik sangat tergantung pada kualitas pendidikan dan lulusannya. Saat ini terdapat lebih dari 1.012 program studi keperawatan, terdiri  700 Diploma III, 306 Ners, 5 Magister dan Spesialis serta 1 Program Doktoral. Jumlah lulusan sekitar 40.000 setiap tahun.  Banyaknya jumlah lulusan bila tidak diikuti perbaikan kualitas pendidikannya akan  sangat membahayakan mutu praktek keperawatan. UU Keperawatan menuntut profesi keperawatan harus mengatur standar pendidikan perawat melalui peran masing-masing kolegium di setiap tingkat pendidikan perawat, sehingga mutu masing-masing pendidikan keperawatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Keempat, kejelasan regulasi praktek perawat melalui proses sertifikasi, registrasi dan pemberian lisensi. Seorang perawat yang baru saja lulus dari Perguruan Tinggi dan perawat asing tidak otomatis dapat bekerja. Tetapi mereka harus melakukan uji kompetensi, sertifikasi dan registrasi melalui Konsil Keperawatan, apakah kompeten dan aman memberikan pelayanan keperawatan atau tidak, sebelum mereka mengurus perijinan dari di Pemerintah. Sistem regulasi ini dimaksudkan agar masyarakat memperoleh pelayanan  dari perawat yang kompeten dan bertanggung jawab, terpenuhinya standar praktek keperawatan.
Tampaknya semangat RUU Keperawatan tersebut belum sejalan dengan kebijakan Pemerintah karena awal 2010, Pemerintah mengeluarkan Permenkes RI No : HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Registrasi Praktik Perawat. Permenkes ini telah mengatur perijinan praktek perawat, penyelenggaraan praktek perawat, pembinaan dan pengawasan. Bahkan, permenkes ini memberi peluang yang lebih luas bagi perawat memperoleh Surat Ijin Praktek Perorangan (SIPP), melakukan praktek mandiri dan memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas. Tetapi Permenkes ini belum memenuhi kebutuhan regulasi praktek keperawatan yang melindungi masyarakat, mengantisipasi kebutuhan global, bahkan cenderung mengganggu hubungan interdisiplin profesi kesehatan.
Demikian juga Permenkes RI No : 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Permenkes ini mengatur pelaksanaan registrasi,  uji kompetensi, registrasi, pembentukan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi (MTKP) serta pembinaan dan pengawasan praktek tenaga kesehatan. Melalui MTKI dan MTKP, Pemerintah mengendalikan regulasi praktek seluruh profesi kesehatan, kecuali kedokteran, karena Ketua MTKI dan Divisi di MTKI harus dijabat oleh salah satu perwakilan dari Kementerian Kesehatan. Kebijakan ini merupakan terobosan yang baik dalam regulasi praktek, tetapi di dunia keperawatan seperti yang terjadi di negara lain seluruh proses tersebut dilakukan oleh Konsil Keperawatan.
Lebih sulit lagi, pada tahun ini pemerintah dan DPR lebih mendorong RUU Tenaga Kesehatan dan mengabaikan RUU Keperawatan yang lebih dahulu masuk dalam Prolegnas. Meskipun melalui Sidang Paripurna DPR, 14 Desember 2010 telah mengesahkan RUU Tenaga Kesehatan dan RUU Keperawatan pada urutan ke 18 dan 19, tetapi tampak ada upaya-upaya mengeluarkan RUU Keperawatan dari Prolegnas 2011. Logika sederhananya adalah substansi RUU Keperawatan telah masuk di RUU Tenaga Kesehatan. Padahal keberadaan Konsil Keperawatan di RUU Keperawatan tidak ada dalam RUU Tenaga Kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijaksanaan para elite, pemerintah, DPR, PPNI Pusat, keterlibatan organisasi profesi lain, khususnya IDI, IBI untuk mendukung bahwa kedua RUU tersebut dapat maju bersama-sama, saling sinergi dan menjadi produk hukum yang akan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Tidak etis bila perawat harus meninggalkan pasiennya untuk aksi, apalagi mogok nasional.
Oleh : Edy Wuryanto, M.Kep 
·         Ketua Umum PPNI Jawa Tengah
·         Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar